ASUHAN KEPERAWATAN CKD ( CHRONIC
KIDNEY DISEASE )
A.
PENGERTIAN
Gagal ginjal
kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan
ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.
Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit
yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996;
368)
Gagal ginjal
kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
B.
ETIOLOGI
Penyebab GGK
termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis),
proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik
(amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan
kelas, antara lain:
·
Infeksi misalnya pielonefritis
kronik
·
Penyakit peradangan misalnya
glomerulonefritis
·
Penyakit vaskuler hipertensif
misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis
·
Gangguan jaringan penyambung
misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik
progresif
·
Gangguan kongenital dan herediter
misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
·
Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
·
Nefropati toksik misalnya
penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
·
Nefropati obstruktif misalnya
saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran
kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
C.
PATOFISIOLOGI
Pada waktu
terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal
progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
·
Stadium 1 (penurunan cadangan
ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.
·
Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo
filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi
kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
·
Stadium 3 (Gagal ginjal stadium
akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo
filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau
kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
D.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a.
Gejala dini : lethargi, sakit
kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi
b.
Gejala yang lebih lanjut :
anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada
kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada
tapi mungkin juga sangat parah.
2.
Manifestasi klinik menurut
(Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3.
Manifestasi klinik menurut Suyono
(2001) adalah sebagai berikut:
a.
Sistem kardiovaskuler
·
Hipertensi
·
Pitting edema
·
Edema periorbital
·
Pembesaran vena leher
·
Friction sub pericardial
b.
Sistem Pulmoner
·
Krekel
·
Nafas dangkal
·
Kusmaull
·
Sputum kental dan liat
c.
Sistem gastrointestinal
·
Anoreksia, mual dan muntah
·
Perdarahan saluran GI
·
Ulserasi dan pardarahan mulut
·
Nafas berbau amonia
d.
Sistem muskuloskeletal
·
Kram otot
·
Kehilangan kekuatan otot
·
Fraktur tulang
e.
Sistem Integumen
·
Warna kulit abu-abu mengkilat
·
Pruritis
·
Kulit kering bersisik
·
Ekimosis
·
Kuku tipis dan rapuh
·
Rambut tipis dan kasar
f.
Sistem Reproduksi
·
Amenore
·
Atrofi testis
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut
Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai
berikut:
1.
Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2.
Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal.
3.
Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
F.
PENCEGAHAN
Obstruksi
dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali
tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap
peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan
pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan
kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi
sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah
medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami
stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Dialisis (cuci darah)
2.
Obat-obatan: antihipertensi,
suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu
berkemih)
3.
Diit rendah protein dan tinggi
karbohidrat
4.
Transfusi darah
5.
Transplantasi ginjal
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall
(2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2.
Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang
oleh karena retensi Na dan H2O.
3.
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4.
Perubahan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis
respiratorik.
5.
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
J.
INTERVENSI
1.
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria
hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian
kapiler
Intervensi:
a.
Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.
Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.
Selidiki keluhan nyeri dada,
perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.
Kaji tingkat aktivitas, respon
terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2.
Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang
oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal
tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan
antara input dan output
Intervensi:
a.
Kaji status cairan dengan menimbang
BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b.
Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
c.
Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan
d.
Anjurkan pasien / ajari pasien
untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang
adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.
Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b.
Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.
Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan
makanan
d.
Tingkatkan kunjungan oleh orang
terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.
Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa
tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4.
Perubahan pola nafas berhubungan
dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a.
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b.
Ajarkan pasien batuk efektif dan
nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c.
Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d.
Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya
sesak atau hipoksia
5.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pruritis
Tujuan:
Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
-
Mempertahankan kulit utuh
-
Menunjukan perilaku / teknik untuk
mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.
Inspeksi kulit terhadap perubahan
warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b.
Pantau masukan cairan dan hidrasi
kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c.
Inspeksi area tergantung terhadap
udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d.
Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e.
Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f.
Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan
kulit
g.
Anjurkan pasien menggunakan kompres
lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h.
Anjurkan memakai pakaian katun
longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat
ditoleransi
Intervensi:
a.
Pantau pasien untuk melakukan
aktivitas
b.
Kaji fektor yang menyebabkan
keletihan
c.
Anjurkan aktivitas alternatif
sambil istirahat
d.
Pertahankan status nutrisi yang
adekuat
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E,
Marilynn, dkk. (1999). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan
Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI